Blog Of Visitor

Rabu, 07 Januari 2009

DAUN KAYU SUGIH LEBIH TERKENAL DENGAN DAUN SUJI

By devita Sri Raihana
Daun Kayu Sugih sangat terkenal sekali di Bali sebagai bahan alami yang dipergunakan sebagai pewarna makanan seperti kue-kue atau jajanan pasar. Daun Kayu Sugih ini dalam bahasa Indonesianya sering disebut Daun Suji. Dimana menurut penelitian para akhli Daun Kayu Sugih ini mengandung Klorofil yang dapat mengobati beberapa penyakit. Untuk lebih jelasnya mari kita membaca beberapa artikel yang menarik mengenai Daun Kayu sugih ini.
Daun Kayu Sugih Sebagai Obat Tradisional
Bagian dari batang, akar dan daun dapat Dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit diantaranya : 01. Obat batuk yang agak berlendir dan berdarah, dapat mencoba ramuan ini. Ambil daun suji 20 lembar lalu dicuci bersih,tumbuk sampai lumat, dan beri air sebanyak ½ gelas belimbing. Setelah itu peras dan minum 2 kali sehari. 02. Untuk mengobati penyakit kencing nanah. 03. Untuk mengobati Nyeri Labung. 04. Untuk Mengobati Beri-beri. 05. Untuk
Mengobati Nyeri pada saat Haid. 06. Untuk Mengobati Disentri. 07. Sebagai Zat Anti Racun.
Klorofil Pada Daun Kayu Sugih atau Daun Suji
Klorofil dan beberapa turunannya menunjukkan kemampuan antioksidatif secara In vitro dan ex vivo, serta daya hipokolesterolemik secara in vivo. Kedua aktivitas biologis ini sangat baik untuk menekan kejadian aterosklerosis. Aterosklorosis dipicu oleh kolesterol lipoprotein berdensitas rendah (LDL/Low Density Lipoprotein) yang teroksidasi. Ketersediaan klorofil di alam sangat besar, sehingga perlu dilakukan kajian manfaat klorofil untuk kesehatan, khususnya dalam menekan kejadian aterosklerosis. Dalam penelitian ini digunakan daun suji jenis minor (Pleomele angustifolia N.E. Brown) sebagai sumber klorofil yang sejak dahulu kala telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber pewarna hijau alami untuk pangan dan juga untuk beberapa pengobatan tradisional. Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak) karena keberadaan gugus fitolnya. Hidrolisis dengan asam atau klorofilase terhadap gugus tersebut akan mengubahnya menjadi turunan klorofil yang larut air (hidrofilik), antara lain klorofilid dan klorofilin. Secara in vitro, penyerapan klorofilin 6-9 kali lebih besar dibanding klorofil alami. Oleh karena itu, konversi klorofil menjadi bentuk yang larut air diharapkan dapat meningkatkan manfaat biologisnya bagi kesehatan. Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan perbaikan teknik ekstraksi agar diperoleh ekstrak cair daun suji dengan kadar klorofil yang tinggi, dan menguji kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak suji baik secara in vitro maupun in vivo menggunakan tikus percobaan untuk informasi yang diperlukan sebagai kandidat pangan fungsional. Penelitian ini diawali dengan kajian terhadap proses pembuatan ekstrak suji untuk memperoleh ekstrak dengan kadar klorofil dan kapasitas antioksidan yang tinggi. Perlakuan yang diberikan difokuskan pada jenis larutan pengekstrak dan lama inkubasi enzim. Larutan pengekstrak yang dicobakan yaitu NaHCO3 dan Na2CO3 masing-masing dengan konsentrasi 0,1%, 0,3% dan 0,5%, Na-sitrat 12 mM dan akuades sebagai pembanding. Selain itu diamati pula pengaruh penambahan Tween 80 ke dalam larutan pengekstrak terhadap ekstrak yang dihasilkan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan Tween 80 sebesar 1% ke dalam larutan pengekstrak meningkatkan jumlah klorofil larut air dan kapasitas antioksidan ekstrak.Pengujian dilanjutkan dengan penentuan konsentrasi Tween 80 yang ditambahkan (yaitu 0,25%, 0,5%, 0,75, 1%, b/v) dan proses inkubasi yang diberikan terhadap hancuran daun (yaitu tanpa diinkubasi dan diinkubasi pada 70-750C selama 0, 30, 60 menit). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan larutan pengekstrak 0,75% Tween 80 dalam Na-sitrat 12 mM dan pemberian lama inkubasi selama 30 menit menghasilkan ekstrak suji yang terpilih (diberi kode ESTS/Ekstrak Suji Tween Sitrat). Kadar total klorofil dan kapasitas antioksidan ekstrak suji menurun selama penyimpanan selama 1 bulan pada suhu refrigerasi, namun total padatan terlarut tidak mengalami perubahan. Meskipun penambahan antioksidan asam askorbat 0.1% (b/v) ke dalam ekstrak suji mengakibatkan menurunkan intensitas warna hijau, namun intensitas warna hijau ekstrak ini lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan ekstrak suji tanpa penambahan asam askorbat. Kadar total klorofil juga menunjukkan pola yang sama, sehingga diduga penambahan asam askorbat dapat membantu mempertahankan kestabilan klorofil ekstrak suji dalam perlakuan penyimpanan yang diberikan. Pengamatan terhadap perubahan kadar klorofil dan kapasitas antioksidan ESTS selama pencernaan dilakukan dengan menggunakan simulasi kondisi pencernaan in vitro dikombinasikan dengan penggunaan kantung dianalisis 6000-8000 MWCO (molecular weight cut off) untuk estimasi tingkat penyerapan klorofil. Penurunan kadar klorofil dan kapasitas antioksidan ESTS selama pencernaan lebih besar daripada larutan SCC (sodium copper chlorophyllin) sebagai pembanding. Jumlah klorofil yang terserap (terdialisis) sekitar 6,7% untuk ESTS (0,1 g/ml) dan 22% untuk larutan SCC 2,3 mM, dan selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dosis pengujian in vivo. Ekstrak suji maupun larutan SCC menunjukkan kemampuan menghambat penyerapan kolesterol secara in vitro. Jumlah kolesterol yang terdialisis sebesar 0% untuk ekstrak suji dan 3,9% untuk larutan SCC 2,35 mM. Sebagai pembanding yaitu pelarut ekstrak suji (Tween 80 0,75% dalam Na-sitrat 12 mM) menghasilkan 112% kolesterol yang terdialisis. Dalam pengujian kapasitas antioksidan secara in vivo digunakan tikus putih Sprague Dawley jantan sebanyak 3 kelompok, yaitu (1) kelompok suji (ESTS), (2) kelompok SCC dan (3) kelompok kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian secara oral ESTS 0,14 g/ml maupun SCC 1 mM masing-masing sebanyak 2 ml selama 2 bulan tidak mengakibatkan perbedaan berat organ hati, limpa dan ginjal tikus. Pemberian ESTS secara nyata (p<0.05)>
Daun Kayu Sugih Sebagai Bahan Pewarna Pakaian
Hampir seluruh pewarna pakaian yang digunakan di seluruh dunia merupakan bahan kimia, yang beberapa dapat menyebabkan efek buruk kepada manusia secara diam-diam. Contohnya antara lain Rodhamin B, yang belakangan ini marak dibicarakan karena digunakan sebagai pewarna makanan. Dengan contoh ini, kita dapat curiga bahwa ada pewarna pakaian jenis lain yang digunakan secara diam-diam oleh pelaku industri makanan, yang seharusnya tidak digunakan oleh mereka. Atas kenyataan ini, para akhli merasa perlu bahwa dicarinya pewarna pakaian yang terbuat dari bahan alami, sehingga jika dalam kasus tertentu pewarna pakaian ini disalahgunakan untuk menjadi pewarna makanan, zat pewarna ini aman bagi manusia. Selain itu, untuk pewarna yang terpapar langsung dengan tubuh, efek yang dihasilkannya akan tidak terlalu dominan.
Untuk mencari pewarna yang baik untuk pakaian, para akhli mulai dengan menggunakan zat warna hijau pada daun, yaitu klorofil. Daun yang digunakan oleh para peneliti adalah daun suji, yang paling umum dipakai sebagai pewarna makanan. Klorofil dari daun suji itu dapat dipisahkan dengan cara merebusnya di dalam alkohol. Hipotesa yang yang dilakukan oleh peneliti ini adalah Daun Kayu Sugih atau daun Suji yang miliki zat warna hijau daun, atau klorofil, pada daun suji dapat digunakan untuk mewarnai kain, tetapi belum dapat berfungsi dengan maksimal karena tidak adanya zat pengikat. Kemungkinan suatu saat akan ditemukan sebuah zat alami sebagai pengikat warna hijau tersebut sehingga penggunaan zat kimia setidaknya bisa dikurangi secara drastis untuk pewarna pakaian. Himbauan kepada para konsumen makanan agar tidak membeli makanan yang menggunakan pewarna kimia, dan dianjurkan membeli makanan yang sudah terjamin bahan pewarna yang digunakan tidak berbahaya bagi kesehatan kita.


Tidak ada komentar:

Artikel Blog